Kamis, 17 Mei 2012
Sore menjelang…
Sebelum menempuh perjalanan kembali ke
mess, Wak Badar yang ramah menghentikan bus di sebuah mall tak jauh dari Eka
Hospital - Pekanbaru. Yuhuuu… anak-anak berteriak kesenangan, saatnya mereka
cuci-cuci mata dan menjelajah tempat mainan dan yang ingin berbelanja
dipersilahkan.
Aku dan Bang bergandengan tangan menyusuri
mall, mencari toilet, hehe. Naik escalator sampailah dilantai dua, seingatku
dibelokan kekanan ada toilet di sebelah kiri. Dan benar, maka masuklah Bang
yang ternyata sudah kebelet sedari tadi. Selepas itu Bang menanyaiku ingin
kemana. Tidak ada tujuan pasti, kita jalan-jalan saja, jawabku. Sebab aku
sedang tidak ingin berbelanja macam-macam, waktu kasip sebentar lagi peluit
berkumpul akan berbunyi untuk kembali ke mess ^_^.
“Ok, kita cari tempat ngopi…” kata Bang,
yang membuatku tiba-tiba tertawa: teringat ketika mengunjungi saudara di
Jakarta dua tahun silam. Bang tentu paham tawaku, sebab dia yang paling
terperangah melihat harga kopi waktu itu jika dibandingkan dengan rasanya yang
menurut Bang biasa saja. Sebuah pengalaman, kejadian yang sama mencari kopi di
sebuah mall kala itu.
Ada sebuah gerai kopi sebenarnya sederetan
dengan gang ke toilet, cukup terkenal, tapi aku tidak mood dengan makanannya.
Akhirnya kami memilih berjalan-jalan dulu sambil bercerita sana sini.
Dan, sebuah penampakan lapak di depanku
membuat bohlam 500 watt di kepala ini menyala, terang benderang! Bang sudah
mahfum saja akan terkena tindak pemerasan. Toko buku Gramedia Grup, Trimedia.
Meluncur sudah langkah kaki ini masuk ke dalam, mulai cari sana sini. Bang pun
begitu, melihat-lihat buku tapi lebih asyik dengan ponselnya. Aku sudah sampai
ke ujung-ujung. Mencari beberapa buku yang sibuk dibicarakan orang di kelas
menulis, milik salah satu guru menulisku Ersis Warmansyah Abbas. Akhirnya
kudapatkan buku imut itu: Suer, Nulis Itu Mudah! Dan beberapa buku lainnya,
termasuk novel Sahaja Cinta-nya Achoey El Haris, sahabat di kelas menulis juga.
Bang memilih satu buku saja, sibuk lagi dengan ponselnya. Aku antri di kasir.
Dengan tersenyum-senyum riang sambil
menenteng kantong plastik putih dengan logo penerbit berisi buku aku keluar
dari toko tersebut, selanjutnya mencari kedai kopi.
“Jadi, mau ngopi dimana Bang…”
“Terserah…” Bang masih menekuni ponselnya.
Aduuhhh, aku paling tidak suka deh kata terserah. Sesekali ia mengajukan
pertanyaan padaku, kenapa downloadnya tidak berhasil, loh… koneksinya terputus
dan bla…bla…bla…
“Atau kita kelantai bawah aja Bang, di
tempat donat yang biasa, kan ada juga bermacam-macam kopi tuh.”
“OK” Bang semangat menuju escalator. Aku
mengekor di belakang.
Sesampai disana, ya ampuuuunnnnn… penuhnya,
pengunjung membludak. Sensor-sensor diotakku meluncurkan berbagai kemungkinan.
Bisa-bisa waktu untuk menunggu saja gak cukup nih. Aku jadi bimbang sana-sini,
ingin mengatakan sesuatu pada Bang, ia malah langsung ke kursi kosong tanpa
bilang padaku mau pesan apa. Separoh jalan Bang balik karena kupanggil, kursi
empuk incarannya diambil orang, heee…
“Tuh, kan Deek… kursinya gak ada lagi” Bang
protes.
“Iya, tapi kan pilih dulu kopinya, di
terasnya juga ada tuh. Bang pasti ngerokok kan, kalo di dalam sini bisa pengap”
“Ok, kita diluar aja” Bang ngeloyor pergi.
Aduuuhh…. Pesan apa Baaang?? Bisa-bisa antrianku ke potong niiihhh. Aku
mendorong pintu kaca yang lumayan keukeuh dan menemui Bang di teras gerai donut
dan kopi tersebut. Ternyata Bang sibuk lagi dengan ponselnya. Tandukku mulai
terdesak ingin keluar, kuhela dulu nafas sebentar. Aku datang pun Bang seperti
tak menyadari.
“Bang, maunya kopi apa?”
“Cofe
Late aja” mata Bang tetap ke ponsel.
“Makanannya?”
“Ya, pilih aja disana…”masih ke ponsel.
“Tapi antrian makanannya panjang banget
Bang”
“Ya udah kopinya aja” lagi-lagi tetap ke
ponsel.
“Lah… kita makan apa doonk…” aku mayun dan
berlalu ke dalam. Duuuh, kok Bang nyebelin gitu sih, bagi-bagi kek antriannya.
Satu di kopi, satu di makanan.
Begitu sampai di dalam, aku benar-benar tak
kan bisa menyelip diantrian. Aku keluar lagi.
“Baang… antriannya panjaaaang… Abang
siiiih, dari tadi bebean mulu, atau kita balik ke lantai atas aja…” tandukku
tumbuh. Bang menatapku memberi sinyal warning dikepalaku. Aktifitasnya dari
ponsel tiba-tiba terhenti.
“Ya udah, gak usah ngopi. Kita balik…”
tegas, lugas dan Bang bangkit dari kursinya. Langsung jalan tanpa menungguku
lagi.
“Baaaangg…” suaraku drastis melorot ke
oktaf terendah. Bang menggeleng. Aku manut. Sesungguhnya aku tahu Bang tidak
suka aku seperti itu, tapi toh aku juga kesal. Lepas dari pelataran mall, panas
sore Pekanbaru masih menyengat, aku langsung berkeringat. Langkah Bang yang
panjang-panjang tak mampu kuikuti, dipertengahan aku berhenti. Tak ada gunanya
mengikuti. Permintaan Bang akan kopinya masih membayangiku, aku tahu akan
menyesal jika ini tidak kesampaian. Bang hilang dibalik sebuah mobil yang
terparkir. Aku menghela nafas panjang dan menghembuskannya kuat-kuat. Maafin ya
Bang…
Sedetik kemudian aku berputar arah dan
kembali ke gerai kopi. Gerai kopi kosong antrian, antrian donat masih mengular.
Langsung saja kupesan pada mas-mas yang tadi sempat kutanyai, setidaknya kopi
saja buat Bang.
“Cofe
late dan Cofe Late Avocado-nya, Mas…”
“Atas nama siapa Mbak?” kujawab
pertanyaannya cepat, si Mas mengetik degan cepat. Begitu selesai membayar aku
disuruh menunggu. Kuletakkan kantong bukuku dan duduk dikursi empuk sambil
terbayang adegan beberapa saat yang lalu. Jangan berharap Bang akan mencariku.
Jam semakin kasip. Setidaknya saat ini lebih baik, sejenak di tempat
masing-masing meredamkan emosi yang tadi sempat tersulut. Aku kesal dengan Bang
dan ponselnya, Bang tidak suka dengan caraku. Baiklah satu sama. Sekarang
biarkan saja semua hilang menguap selepas aku menerima kopi dari mas-mas itu.
Tarik nafas, keluarkan, maafkanlah Bang dan semoga Bang memaafkanku. Huuuufff…
Aku menerima dua kopi pesananku, yang panas
untuk Bang dan yang dingin pake fla untukku, plus dua bonus donat tanpa
topping. Ringan kakiku melangkah menuju bus, memilih berjalan di sepanjang
areal mall, biar tetap adem. Begitu sampai di bus, untunglah masih ada beberapa
orang lagi yang ditunggu, jadi aku tak menjadi yang terakhir naik bus. Kulihat
Bang sedang tertawa-tawa di ponsel bercakap-cakap dengan seseorang, dari
pembicaraannya bisa kutangkap Bang sedang bicara dengan seorang saudara.
Marahku sudah usai, begitulah, tak perlu lama-lama. Selesai Bang menelpon,
kusodorkan kopinya.
“Bang, maafin ya… Ini kopinya…” senyum Bang
mengembang. Dirangkulnya pundakku pelan. Alhamdulillah, kalo enggak bisa kualat
aku sampe pulang. Hehe…
“Sama-sama bener kan Bang…” Bang tersenyum
lagi.
“Sama-sama salah kan Bang…”
“Iya”
“Gak marah lagi kan?”
“Enggak ^_^”
Gadis kecil bernama Nisa mendekat,
kusodorkan Cofe Late
Avocado-ku padanya. Ia tertawa senang, tapi mengernyit begitu
menelannya. Aku dan Bang tertawa renyah melihatnya, Nisa pun ikut cekikikan.
Mata kami bertemu penuh senyum. Olala… Rasanya seperti jatuh cinta lagi…. ^___^
^Cofe Late vs Cofe Late Avocado = Cinta^
[bukit
kerikil, 19mei#2012-oniedb]
0 komentar:
Post a Comment