RUMAH AKASIA

Thursday, June 21, 2012

Oleh : Onie Daulat
Kamis, 17 Mei 2012
Sore menjelang…

Sebelum menempuh perjalanan kembali ke mess, Wak Badar yang ramah menghentikan bus di sebuah mall tak jauh dari Eka Hospital - Pekanbaru. Yuhuuu… anak-anak berteriak kesenangan, saatnya mereka cuci-cuci mata dan menjelajah tempat mainan dan yang ingin berbelanja dipersilahkan.
Aku dan Bang bergandengan tangan menyusuri mall, mencari toilet, hehe. Naik escalator sampailah dilantai dua, seingatku dibelokan kekanan ada toilet di sebelah kiri. Dan benar, maka masuklah Bang yang ternyata sudah kebelet sedari tadi. Selepas itu Bang menanyaiku ingin kemana. Tidak ada tujuan pasti, kita jalan-jalan saja, jawabku. Sebab aku sedang tidak ingin berbelanja macam-macam, waktu kasip sebentar lagi peluit berkumpul akan berbunyi untuk kembali ke mess ^_^.
“Ok, kita cari tempat ngopi…” kata Bang, yang membuatku tiba-tiba tertawa: teringat ketika mengunjungi saudara di Jakarta dua tahun silam. Bang tentu paham tawaku, sebab dia yang paling terperangah melihat harga kopi waktu itu jika dibandingkan dengan rasanya yang menurut Bang biasa saja. Sebuah pengalaman, kejadian yang sama mencari kopi di sebuah mall kala itu.
Ada sebuah gerai kopi sebenarnya sederetan dengan gang ke toilet, cukup terkenal, tapi aku tidak mood dengan makanannya. Akhirnya kami memilih berjalan-jalan dulu sambil bercerita sana sini.
Dan, sebuah penampakan lapak di depanku membuat bohlam 500 watt di kepala ini menyala, terang benderang! Bang sudah mahfum saja akan terkena tindak pemerasan. Toko buku Gramedia Grup, Trimedia. Meluncur sudah langkah kaki ini masuk ke dalam, mulai cari sana sini. Bang pun begitu, melihat-lihat buku tapi lebih asyik dengan ponselnya. Aku sudah sampai ke ujung-ujung. Mencari beberapa buku yang sibuk dibicarakan orang di kelas menulis, milik salah satu guru menulisku Ersis Warmansyah Abbas. Akhirnya kudapatkan buku imut itu: Suer, Nulis Itu Mudah! Dan beberapa buku lainnya, termasuk novel Sahaja Cinta-nya Achoey El Haris, sahabat di kelas menulis juga. Bang memilih satu buku saja, sibuk lagi dengan ponselnya. Aku antri di kasir.
Dengan tersenyum-senyum riang sambil menenteng kantong plastik putih dengan logo penerbit berisi buku aku keluar dari toko tersebut, selanjutnya mencari kedai kopi.
“Jadi, mau ngopi dimana Bang…”
“Terserah…” Bang masih menekuni ponselnya. Aduuhhh, aku paling tidak suka deh kata terserah. Sesekali ia mengajukan pertanyaan padaku, kenapa downloadnya tidak berhasil, loh… koneksinya terputus dan bla…bla…bla…
“Atau kita kelantai bawah aja Bang, di tempat donat yang biasa, kan ada juga bermacam-macam kopi tuh.”
“OK” Bang semangat menuju escalator. Aku mengekor di belakang.
Sesampai disana, ya ampuuuunnnnn… penuhnya, pengunjung membludak. Sensor-sensor diotakku meluncurkan berbagai kemungkinan. Bisa-bisa waktu untuk menunggu saja gak cukup nih. Aku jadi bimbang sana-sini, ingin mengatakan sesuatu pada Bang, ia malah langsung ke kursi kosong tanpa bilang padaku mau pesan apa. Separoh jalan Bang balik karena kupanggil, kursi empuk incarannya diambil orang, heee…
“Tuh, kan Deek… kursinya gak ada lagi” Bang protes.
“Iya, tapi kan pilih dulu kopinya, di terasnya juga ada tuh. Bang pasti ngerokok kan, kalo di dalam sini bisa pengap”
“Ok, kita diluar aja” Bang ngeloyor pergi. Aduuuhh…. Pesan apa Baaang?? Bisa-bisa antrianku ke potong niiihhh. Aku mendorong pintu kaca yang lumayan keukeuh dan menemui Bang di teras gerai donut dan kopi tersebut. Ternyata Bang sibuk lagi dengan ponselnya. Tandukku mulai terdesak ingin keluar, kuhela dulu nafas sebentar. Aku datang pun Bang seperti tak menyadari.
“Bang, maunya kopi apa?”
Cofe Late aja” mata Bang tetap ke ponsel.
“Makanannya?”
“Ya, pilih aja disana…”masih ke ponsel.
“Tapi antrian makanannya panjang banget Bang”
“Ya udah kopinya aja” lagi-lagi tetap ke ponsel.
“Lah… kita makan apa doonk…” aku mayun dan berlalu ke dalam. Duuuh, kok Bang nyebelin gitu sih, bagi-bagi kek antriannya. Satu di kopi, satu di makanan.
Begitu sampai di dalam, aku benar-benar tak kan bisa menyelip diantrian. Aku keluar lagi.
“Baang… antriannya panjaaaang… Abang siiiih, dari tadi bebean mulu, atau kita balik ke lantai atas aja…” tandukku tumbuh. Bang menatapku memberi sinyal warning dikepalaku. Aktifitasnya dari ponsel tiba-tiba terhenti.
“Ya udah, gak usah ngopi. Kita balik…” tegas, lugas dan Bang bangkit dari kursinya. Langsung jalan tanpa menungguku lagi.
“Baaaangg…” suaraku drastis melorot ke oktaf terendah. Bang menggeleng. Aku manut. Sesungguhnya aku tahu Bang tidak suka aku seperti itu, tapi toh aku juga kesal. Lepas dari pelataran mall, panas sore Pekanbaru masih menyengat, aku langsung berkeringat. Langkah Bang yang panjang-panjang tak mampu kuikuti, dipertengahan aku berhenti. Tak ada gunanya mengikuti. Permintaan Bang akan kopinya masih membayangiku, aku tahu akan menyesal jika ini tidak kesampaian. Bang hilang dibalik sebuah mobil yang terparkir. Aku menghela nafas panjang dan menghembuskannya kuat-kuat. Maafin ya Bang…
Sedetik kemudian aku berputar arah dan kembali ke gerai kopi. Gerai kopi kosong antrian, antrian donat masih mengular. Langsung saja kupesan pada mas-mas yang tadi sempat kutanyai, setidaknya kopi saja buat Bang.
Cofe late dan Cofe Late Avocado-nya, Mas…”
“Atas nama siapa Mbak?” kujawab pertanyaannya cepat, si Mas mengetik degan cepat. Begitu selesai membayar aku disuruh menunggu. Kuletakkan kantong bukuku dan duduk dikursi empuk sambil terbayang adegan beberapa saat yang lalu. Jangan berharap Bang akan mencariku. Jam semakin kasip. Setidaknya saat ini lebih baik, sejenak di tempat masing-masing meredamkan emosi yang tadi sempat tersulut. Aku kesal dengan Bang dan ponselnya, Bang tidak suka dengan caraku. Baiklah satu sama. Sekarang biarkan saja semua hilang menguap selepas aku menerima kopi dari mas-mas itu. Tarik nafas, keluarkan, maafkanlah Bang dan semoga Bang memaafkanku. Huuuufff…
Aku menerima dua kopi pesananku, yang panas untuk Bang dan yang dingin pake fla untukku, plus dua bonus donat tanpa topping. Ringan kakiku melangkah menuju bus, memilih berjalan di sepanjang areal mall, biar tetap adem. Begitu sampai di bus, untunglah masih ada beberapa orang lagi yang ditunggu, jadi aku tak menjadi yang terakhir naik bus. Kulihat Bang sedang tertawa-tawa di ponsel bercakap-cakap dengan seseorang, dari pembicaraannya bisa kutangkap Bang sedang bicara dengan seorang saudara. Marahku sudah usai, begitulah, tak perlu lama-lama. Selesai Bang menelpon, kusodorkan kopinya.
“Bang, maafin ya… Ini kopinya…” senyum Bang mengembang. Dirangkulnya pundakku pelan. Alhamdulillah, kalo enggak bisa kualat aku sampe pulang. Hehe…
“Sama-sama bener kan Bang…” Bang tersenyum lagi.
“Sama-sama salah kan Bang…”
“Iya”
“Gak marah lagi kan?”
“Enggak ^_^”
Gadis kecil bernama Nisa mendekat, kusodorkan Cofe Late Avocado-ku padanya. Ia tertawa senang, tapi mengernyit begitu menelannya. Aku dan Bang tertawa renyah melihatnya, Nisa pun ikut cekikikan. Mata kami bertemu penuh senyum. Olala… Rasanya seperti jatuh cinta lagi…. ^___^
^Cofe Late vs Cofe Late Avocado = Cinta^
[bukit kerikil, 19mei#2012-oniedb]

0 komentar:

Post a Comment