BALASAN BAGI TUKANG BECAK

Thursday, June 21, 2012

Oleh : Rosidah Al Bana


Terik matahari menyengat kulitku yang nampak kusam. Kulit wajah yang hitam kini bertambah hitam legam. Sebuah pohon Akasia yang berdiri kokoh di sini tak mampu melindungi dari sengatan matahari. Dari pagi sampai siang tak ada seorangpun yang mau menaiki becak tua ku. Di kota-kota besar seperti ini memang sangat sulit mencari orang-orang yang masih mau menggunakan becak sebagai sarana transportasi.
“Nak Pesayangan Barat ya.” Seorang ibu-ibu tua mendekatiku.
“Baik Bu,” jawabku cepat sambil membantu si ibu menaikkan barang-barangnya ke dalam becak. Ku kayuh becak tua ini dengan semangat dan hati-hati menuju perjalanan.
“Alhamdulillah ada rezeki buat nanti buka puasa,” ujarku dalam hati.
“Stop. Stop nak.” Suaranya membuat ku berhenti mengayuhkan sepeda.
“Sudah sampai Bu?”
“Iya Nak. Tolong bantu saya turun ya.” Sesegera mungkin ku turunkan barang-barang dengan sangat hati-hati.
“Waduhh Nak, ibu gak ada uang receh, cuma ada uang seratus ribuan saja. Kamu punya kembaliannya gak?” ibu tersebut menyerahkan selembar uang seratus ribuan kepadaku.
“Maaf Bu saya tidak ada kembaliannya. Ya sudah lain kali saja dibayarnya. Akupun membalikkan becak dan mengayuhnya kembali ke tempat pangkalan.
“Mungkin belum rezeky ku.” Aku pun hanya bisa tertunduk lesu sambil mengayuh sepeda dengan lemas.
@@@@@
“Nak minta sumbangannya.” Ku lihat seorang nenek pengemis menghampiri ku dengan pakaiaan kusam dan robek. Perasaan tak tega merayap di dalam hatiku saat ini. Ku ambil uang seribu rupiah di dalam saku celana dan langsung ku berikan kepada nenek tersebut. Uang yang ku berikan itu adalah uang satu-satu nya yang ku miliki, dan rencananya uang itu akan ku gunakan untuk membeli roti buat berbuka puasa.
“Kasihan nenek itu sudah tua sekali. Biarlah nanti aku berbuka dengan air sumur saja. Toh, aku masih muda pasti kuat menahan lapar sampai besok pagi menjelang.” Ujarku menyakinkan diri untuk tetap ikhlas memberi. Waktu pun berlalu dengan cepat burung-burung berterbangan kembali ke sarangnya dan tak tersa magrib akan segera tiba. Namun hingga saat ini tak ada satu penumpang pun yang naik becakku. Aku pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah.
Allahu Akbar..Allahu Akbar…
Terdengar suara adzan magrib membahana di seluruh isi dunia. Mendengar adzan telah berkumandang aku segera pergi menuju sumur di belakang rumah untuk berbuka dan berwudhu. Sejadah merah yang telah kusam ku hamparkan di atas lantai kayu rumah tua dan reyot ini.
Tok….Tok..Tok….
Terdengar suara ketukan pintu dari luar rumah. Mendengar suara ketukan tersebut akupun bergegas untuk membukakan pintu.
“Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam, Oh, Bu Sari. Ada apa ya, Bu?” tanya ku pada tetangga sebelah rumah.
“Ini Zul, tadi siang ibu ada arisan jadi ada banyak soto ayam yang tersisa. Ini untuk kamu mohon diterima ya.” Ujarnya kemudian pamit undur diri.
“Terima kasih banyak bu.”
“Sama-sama.”Dia pun berlalu dari hadapan ku.
“Alhamdulillahirabbilalaminn. Terima kasih ya Allah atas pemberianmu pada hamba yang lemah ini. Tak terasa air matapun menetes di pipi tanda rasa syukur pada sang pemberi rezeki.
Tamat

0 komentar:

Post a Comment